Thursday, June 20, 2013

Konsep Al Tafakur


لو انزلنا هذالقران على جبل لرايته خاشعا متصدعا من خشية الله وتلك الامثال نضربها للناس لعلهم يتفكرون
Artinya: “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Alloh. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. QS. Al Hasyr: 21 (DEPAG. 1992.h. 919)

v  Kosa Kata
لَوْ اَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرَأَنَ (Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an (ini) yakni Kalam Kami yang mulia yang mengandung nilai-nilai yang agung yang tak terbatas عَلَي جَبَلٍ (kepada seluruh gunung) sebagaimana Kami menurunkannya kepadamu لَرَأَيْتَهُ (pasti kamu akan melihatnya (yakni melihat gunung itu    خَاشِعًا (tunduk) dengan penuh rendah diri dan rasa hina       مُتَصَدِّعًا (terpecah belah)yakni menjadi belah: menurut qiroat lain dibaca  mussaddi’an dengan di idghomkan مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ (disebabkan takut kepada Allah) lalumengapa kamu tidak takut pada saat al-Qur’an dibacakan dan hatimu tidak lembut saat mendengarkannya,dan tidak merenungi makna-maknanya    نَضْرِبُهاَ (perumpamaan-prumpamaan itu)yang telah kami buat  (kami buat)untuk memberikan keterangan melalui tamsil       لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ(untuk manusia supaya mereka berpikir) lalu mendapatkan pelajaran dan mengamalkannya.[1][3]


Surat Al Hasyr merupakan Surat yang ke 59. Surat ini menerangkan tentang bagimana seharusnya sikap setiap orang Islam terhadap orang orang yang tidak Islam yang melakukan tindakan-tindakan yang merugikan umat Islam sebagai yang dilakukan oleh Bani Nadhir, hukum fai dan pembagiannya, kewajiban bertakwa; ketinggian dan keagungan Al Qur’an kemudian ditutup dengan sebahagian Al Asma’ul Husna. (Depag RI, h. 920). Pembahasan akan difokuskan pada ayat yang ke 20 dan ke 21 dari Al Qur’an Surat Al-Hasyr.
Alloh menyebutkan kehebatan Al Qur’an dan pengaruhnya pada gunung-gunung yang tinggi yang tuli. Alloh berfirman : “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah diseabkan takut kepada Alloh” seandainya Kami ciptakan akal pikiran pada gunung sebagaimana Kami ciptakan akal untuk manusia dan kami turunkan kepadanya Al Qru’an ini dengan janji dan ancamannya, tentu gunung yang tenang akan tunduk dan pecah karena takut kepada alloh. Ini menggambarkan keagungan Al Qur’an dan kuatnya pengaruhynya. Seandainya gunung yang demikian kuat dan keras, kemudian Al Qur’an diturunkan kepaanya tentu kamu melihatnya tunduk dan retak karena takut kepada Alloh. Tujuan ayat ini ingin mengkritik manusia karena ia tidak menjadi tunduk ketika membaca Al Qur’an. Bahkan ia berpaling dari isi Al Qur’an yang berupa hal-hal yang ajaib dan agung. Dengan demikian, maka ayat ini menjelaskan keagungan Al Qur’an dan kehinaan manusia. Dalam Al Bahr al Muhith disebutkan tujuan ayat ini ingin mengkritik manusia atas hatinya yang keras dan tidak terpengaruh oleh al Qur’an ini. Padahal seandainya diturunkan kepada gunung maka tunduk dan meletus. Jika gunung yang demikian besar dan keras saja berubah menjadi tunduk dan retak, maka manusia lebih layak terhadap hal itu. Namun karena hina dan lemah manusia tidak demikian. “Dan perumpamaan-perumpaamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. Permisalan itu Kami rinci dan jelaskan kepada umat manusia agar mereka merenungi bukti-bukti kekuasaan Alloh dan keesaan Nya lalu mereka mau beriman.

v  Pengertian Tafakur
Tafakur secara bahasa bermula dari ( تَفَكَّرَ يَتَفَكَّرُ تَفَكُّرًا ) mempunyai arti perihal berpikir (Junus, 1973: 322), searti dengan kata meditasi, renungan, diam memikirkan sesuatu dalam-dalam (Purwodarminto, 1976, 680). Dalam Islam tafakur didasarkan atas ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan
kepada mereka yang diberi pengetahuan dan dituntut untuk merenungkan tanda-tanda (fenomena-fenomena) alam.


Fakhruddin ar Rozi Menjelaskan istilah dan maksud tafakur sebagai berikut:

“Hati yang berzikir kepada Allah artinya adalah bahwa seseorang merenungkan tentang rahasia dari berbagai benda yang diciptakan oleh Allah SWT hingga benda-benda terkecil (atom) sehingga menyerupai sebuah cermin yang diletakkan di depan alam ghoib, dan ketika hamba Allah itu melihat semua ciptaan dengan mata hatinya, maka cahaya penglihatannya mampu menembus hakikat alam” (Waley, 2003: 76).

Pada hakikatnya tafakur merupakan suatu kesadaran untuk mendapatkan bukti adanya Allah, dan kekuasaan-Nya yang bermuara pada keyakinan, selanjutnya dengan tafakur manusia dapat menempatkan diri di alam dengan mengetahui kondisi baik dan buruk hanya dengan kekuatan akal dan iman yang membantu menerima kebaikan yang melahirkan ketenangan. Iman dan akal pula yang menolak keburukan dan sesuatu yang dibenci, hal inilah yang menjadi inti dari ajaran Islam.



Sumber :
Ø  Hendrawan, Sanerya. “Spiritual Management”. Artikel di akses pada 1 April 2013 dari http://www.books.google.com/tafakur.20.35 Jakarta:2011.
Ø  Muhammad Al-Imam ‘Usman ‘Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir(jilid 3) Ar-Rum s.d An-Nas, Bandung: Sinar Baru Algensindo,2009.




[1][3] Al-Imam Muhammad ‘Usman ‘Abdullah Al-Mirgani, Mahkota Tafsir(jilid 3) Ar-Rum s.d An-Nas, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2009)hal.909

No comments:

Post a Comment