Sunday, April 28, 2013

An Nahl(16) ayat 78 Potensi Edukatif Manusia


BAB I
A. PENDAHULUAN

Bayi manusia lahir dengan keadaan lemah dan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun yang kelak disusui ibu, dirawat, dibesarkan, dan diberi pendidikan hingga menjadi kuat dan cerdas.[1] Allah menurunkan QS. An –Nahl (18): 78 untuk memberitahukan kepada manusia bahwa dalam dirinya terdapat potensi-potensi yang besar. Dalam surat ini disebutkan bahwa manusia dibekali alat indera untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, dalam artian digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam ayat ini terdapat ajakan untuk mengembangkan potensi edukasi yang kita miliki, dengan mengembangkan potensi-potensi yang kita miliki maka kita akan lebih bersyukur kepada Allah dengan segala kemurahan-Nya.















BAB II

A. Kandungan QS. An-nahl (16): 78

QS AN NAHL : 78
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

            Maksud ayat ini adalah, Allah mengajari kalian apa yang sebelumnya tidak kalian ketahui, yaitu sesudah Allah mengeluarkan dari perut ibu kalian tanpa memahami dan mengetahi sesuatu apa pun. Allah mengkaruniakan kepada kalian akal untuk memahami dan membedakan antara yang baik dan yang buruk. Allah membuka mata kalian untuk melihat apa yang tidak kalian lihat sebelumnya, dan memberi kalian telinga untuk mendengar suara- suara sehingga sebagian dari kalian memahami perbincangan kalian, serta memberi kalian mata utuk melihat berbagai sosok, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan. وَالأفْئِدَةَ maksudnya adalah hati yang kalian gunakan untuk mengenal segala sesuatu, merekamnya dan memikirkannya sehingga kalian memahaminya.
            Lafadz لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  ‘’agar kamu bersyukur’’, maksudnya adalah kami berbuat demikian pada kalian, maka bersyukurlah kalian kepada Allah atas hal-hal yang dikaruniakan-Nya kepada kalian, bukan bersyukur kepada tuhan-tuhan dan tandingannya. Janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam bersyukur, karena Allah tidak memiliki sekutu dalam melimpahkan nikmat-nikmatnya kepada kalian.[2]

B. QS An-Nahl menurut Tafsir Al Maraghi
Ayat ini menurut Tafsir Al Maraghi mengandung penjelasan bahwa setelah Allah melahirkan kamu dari perut ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa macam anugerah berikut ini :
1.   Akal; sebagai alat untuk memahami sesuatu,terutama dengan akal itu kamu dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek, antara yang lurus dan yang sesat, antara yang benar dan yang salah.
2.   Pendengaran; sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran itu kamu dapat memahami percakapan diantara kamu.
3.   Penglihatan; sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan itu kamu dapat saling mengenal diantara kamu.
4.   Perangkat hidup yang lain; sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari rizki dan materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula memilih mana yang terbaik bagi kamu dan meninggalkan mana yang jelek.
Semua yang di anugerahkan oleh Allah kepadamu tiada maksud lain kecuali supaya kamu bersyukur, artinya kamu gunakan semua anugerah Allah tersebut diatas semata-mata untuk mencapai tujuan hidup yang sebenarnya yaitu :
a.           يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ      : mengekploitasi sebanyak-banyak karunia Allah yang tersebar di seluruh belahan bumi-Nya demi kemaslaahatan hidup umat manusia.
b.        وَرِضْوَانًا      : dan meraih keridlaan-Nya, karena dengan keridlaan-Nya itulah hidupmu menjadi semakin bermartabat.
Begitulah selayaknya yang harus dilakukan oleh setiap manusia sesuai tugas hidupnya sebagai hamba Allah dan khalifahnya di muka bumi.[3]

Allah menjadikan ayat  ini sebagai contoh paparan sederhana dari proses aawal kehidupan manusia yang  mampu diketahuinya. Manusia memang mengetahui tahatpan-tahapan pertumbuhan janin, tetapi hal itu adalah ghoib sejauh manusia belum mengetahui detil perkembangnya.
Ayat ini juga membuktikan suatu kuasa Allah dalam hal menghidupkan dan mematikan makhluk. Tidak ada sesuatu yang sulit bagi Allah untuk melakukan hal semacam itu.
Pendahuluan urutan kata pendengaran atas  penglihatan sungguh tepat karena berdasarkan ilmu kedokteran modern, indera pendengaran memang berfungsi lebih dulu daripada indera penglihatan. Adapun fungsi hati (dalam hal ini akal dan mata hati) yang membedakan  baik dan buruk berfungsi jauh sesudah kedua indera tersebut.
Ayat tersebut juga berisi alat-alat pokok guna meraih  pengetahuan. pada objek pengetahuan yang bersifat material, manusia dapat menggunakan mata dan telinga. Adapun untuk objek yang bersifat ilmu pengetahuan yang sifatnya immaterial, manusia dapat menggunakan akal dan hatinya.
Manusia dilahirkan tanpa pengetahuan sedikitpun. Pengetahuan dimaksud adalah yang bersifat kasbiy, yakni pengetahuan yang diperoleh manusia melalui upaya manusiawinya. Meski demikian, manusia tetap membawa fitrah kesucian yang melekat pada dirinya sejak lahir, yakni fitrah yang menjadikannya ‘mengetahui’ bahwa Allah Maha Esa.
Allah SWT dengan kekuasaan-Nya mengeluarkan bayi manusia melalui proses kelahiran oleh ibu yang mengandungnya kurang lebih sembilan tahun.
Bayi manusia lahir dengan lemah dan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun yang kelak disusui ibu, dirawat, dibesarkan, dan diberi pendidikan hingga menjadi kuat dan cerdas.[4]

C. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan manusia
Potensi yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak akan berarti apa- apa jika potensi tersebut tidak digali dan digunakan benar. Maka dari itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan manusia, yaitu keluarga dan lingkungan.
            Pertama, Faktor keluarga. Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga terutama orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan anaknya. Dalam pendidikan islam terdapat istilah Al-ummu madrasatul ula. Istilah ini memang tepat sekali digunakan dalam ilmu pendidikan, karena anak terlebih dahulu mengenal orang tuanya sebelum dia mengenal dunia luar sekitarnya.
            Orangtua hendaknya sudah mulai mengajari dan menggali potensi anaknya sejak kecil dan memasukkan nilai nilai religius dalam keseharian keluarganya.
Kedua, Faktor Lingkungan. Lingkungan di sekitar tempat tinggal anak juga mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis anak. Hal ini dikarenakan anak mempunyai kecendrungan untuk meniru apa yang dilihatnya.
Disinilah letak peranan orang tua agar selalu memperhatikan kagiatan anaknya dan memperingatkanrnya ketika dia melakukan kesalahan.





















BAB III
A. KESIMPULAN
QS An- Nahl (16): 78 memberitahukan kepada manusia, bahwa di dalam diri manusia terdapat potensi- potensi yang harus digali untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya untuk meningkatkan ibadah kepada Allah. Dengan mengetahui proses-proses pertumbuhan manusia serta melihat berbagai potensi yang dimilikinya akan membuat manusia lebih bersyukur kepada Allah SWT.

B. SARAN
Pemakalah selayaknya manusia biasa, maka apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan makalah yang telah kami buat, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
-
-
-














DAFTAR PUSTAKA

bin Jarir Ath- Thabari, Abu Ja’far Muhammad, Tafsir Ath- Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009
Margiono, dkk. Pendidikan Agama Islam 1, Jakarta: Yudhistira
http://cintailmuku1.blogspot.com/2011/12/qs-nahl-78-anugerah-allah-kepada.html
http://quranhadisku.blogspot.com/2013/03/potensi-edukatif-manusia_30.html




[1] Margiono, dkk, Pendidikan Agama Islam 1, Jakarta: Yudhistira, 2007, h.12
[2] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (16), Jakarta:Pustaka Azzam, 2009, h.248-249
[3] http://cintailmuku1.blogspot.com/2011/12/qs-nahl-78-anugerah-allah-kepada.html

[4] Margiono, dkk, Pendidikan Agama Islam 1, Jakarta: Yudhistira, 2007, h.12

Qur'an Hadis


A.  Pengertian Al-Qur’an

Secara terminologi al- qur’an berasal dari kata qara’a yang memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun. Secara harfiah al-qur’an adalah kitab yang berisi firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril. Sepa’erti dalam firman Allah ‘’ Ia dibawa turun oleh malaikatJibril yang amanah.’’(Asy- Syu’ara’:193). Al qur’an diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari secara tawattur. Allah telah menetapkan untuk memelihara Al-Qur’an dengan cara mutawatir tersebut agar tidak terjadi penyimpangan atau perubahan apapun
Al Qur’an sebagai pedoman hidup umat islam memiliki banyak fungsi antara lain sebagai berikut:
v Sebagai bukti atas kerasulan Muhammad SAW
v Sebagi pedoman hidup manusia untuk membedakan yang hak dan yang batil (Al- Furqon)
v Pengobat Sebagai pengingat ketika manusia lalai akan perintah Allah SWT (Al-Dzikr)
v Sebagai pengobat hati (As- Syifa)

B.  Pengertian Hadis
Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru, yang berarti menunjukkan pada waktu yang dekat. Hadis juga disebut dengan al- khabar yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada  orang lain. Hadis pengertian khabar dapt dilihat pada beberapa ayat al-qur’an seperti, QS. Al-Thur (52): 34, QS. Al Kahfi(18): 6, dan Ad-Dhuha (93):
          Secara universal, fungsi hadits terhadap Al-Qur'an adalah merupakan penjabaran makna tersurat dan tersirat dari isi kandungan Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:
Artinya:
"Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Q.S. 16. An-Nahl, A. 44).

Namun kemudian para 'ulama hadits merincinya menjadi 4 fungsi hadits terhadap Al-Qur'an yang intinya adalah sebagai penjabaran, dalam bahasa ilmu hadits disebut sebagai bayan, simak penjelasan berikut." (Mas Gun).

Fungsi hadits terhadap Al-Qur'an secara detail ada 4, yaitu:

1.  Sebagai Bayanul Taqrir

Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat keterangan dari ayat-ayat Al-Qur'an, dimana hadits menjelaskan secara rinci apa yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, seperti hadits tentang sholat, zakat, puasa dan haji, merupakan penjelasan dari ayat sholat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang tertulis dalam Al-Qur'an.

2. Sebagai Bayanul Tafsir
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai tafsir terhadap Al-Qur'an terbagi setidaknya menjadi 3 macam fungsi, yaitu:

2.1. Sebagai Tafshilul Mujmal

Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat universal, sering dikenal dengan istilah sebagai bayanul tafshil atau bayanul tafsir. Contoh: ayat-ayat Al-Qur'an tentang sholat, zakat, puasa dan haji diterangkan secara garis besar saja, maka dalam hal ini hadits merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa dan haji agat umat Muhammad dapat melaksanakannya seperti yang dilaksanakan oleh Nabi.

2.2. Sebagai Takhshishul 'Amm

Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat umum, dalam ilmu hadits sering dikenal dengan istilah bayanul takhshish. Contohnya: Dalam Q. S. 4. An-Nisa', A. 11 Allah berfirman tentang haq waris secara umum saja, maka di sisi lain hadits menjabarkan ayat ini secara lebih khusus lagi tanpa mengurangi haq-haq waris yang telah bersifat umum dalam ayat tersebut.

2.3. Sebagai Bayanul Muthlaq

Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam Al-Qur'an. Contoh: Dalam Q. S. 5. Al-Maidah, A. 38 difirmankan Allah tentang hukuman bagi pencuri adalah potong tangan, tanpa membatasi batas tangan yang harus dipotong, maka hadits memberi batasan batas tangan yang harus dipotong.

3. Sebagai Bayanul Naskhi

Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai pendelete (penghapus) hukum yang diterangkan dalam Al-Qur'an. Contoh: Dalam Q. S. 2. Al-Baqarah, A. 180 Allah mewajibkan kepada orang yang akan wafat memberi wasiat, kemudian hadits menjelaskan bahwa tidak wajib wasiat bagi waris.

4. Sebagai Bayanul Tasyri'

Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an. Contoh: Dalam Al-Qur'an tidak dijelaskan tentang kedudukan hukum makan daging keledai, binatang berbelalai dan menikahi wanita bersama bibinya, maka hadits menciptakan kedudukan hukumnya dengan tegas.[1]



1.      Bentuk- bentuk Hadis
a.     Hadis qauli: segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad yang berupa perkataan, atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, perisstiwa dan keadaan, baik yang berkaitan dengan akidah, akhlak, syari’ah, dll.
b.    Hadis fi’li segala yang disandarkan kepada Nabi berupa perbuatan yang sampai kepada kita.
c.     Hadis Taqriri: segala hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap apa yang datang dari sahabatnya.
d.     Hadis hammi: hadis yang berupa hasrat Nabi Muhammad yang belum terselesaikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura.
e.     Hadis ahwali: hadis yang berupa hal ihwal Nabi Muhammad SAW yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya.[2]

2.    Sinonim dari kata hadis
a.     Sunah: perjalanan atau sejarah baik atau buruk yang masiih bersifat umum. Sunah harus sudah berulang kali atau telah menjadi kebiasaan Rasul.
b.    Khabar: sesuatuyang disandarkan kepada nabi (baik secara marfu’ atau mawaquf dan atau maqthu’) baik brupa perkataan, perbuatan, perssetujuan, dsn sifat. Khabar adalah bagian dari hadis yang berasal hanya dari sahabat.
c.     Atsar: peninggalan nabi, berasal dari tabi’in atau pengikut nabi.[3]

C.  Kedudukan Al- Qur’an dan Hadisdalam Studi Ilmu Keislaman
Dengan adanya al-qur’an maka muncullah berbagai ilmu baru. Secara singkat dikatakan oleh M. Quroish Shihab, bahwa terdapat jiwa ayat-ayat yang mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu  umum maupun ilmu- ilmu agama. Sebagai contoh ilmu-ilmu agama tersebut adalah:
1.      Teologi Islam
Teologi islam atau sering disebut juga ilmu kalam adalah ilmu ketuhanan, sebagaimana dikutip oleh A. Hanafi, ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan- alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaa-kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
2. Ilmu Fiqh
Ilmu fiqh didefinisikan sebagai ilmu yang membahas tentang hokum-hukum syariat yang bersifat amaliyah praktis, diambil daridalil-dalil yang terperinci(Al-Qur’an).[4]
Ilmu fiqh adalah salah satu bidang studi islam yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat, karena ilmu fiqh selalu berhubungan dari sejak manusia lahir hingga meninggal dunia.
3.    Ilmu Tasawuf
Tasawuf merupakan bidang studi islam yang memustkan perhatian pada pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia. Taswuf/ sufisme bertujuan agar seseorang secara sadar memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan.
4.    Filsafat Islam
Secara harfiah filsafat berarti mencari hakikat sesuatu,  berusaha menautkan sebab dan akibat, serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Cirri-ciri filsafat islam;
o   Dari segi sifat dancoraknya: Bersumberkan Al-Qur’an dan hadis
o   Dari ruang lingkup pembahasan: semua ilmu pengetahuan kecuali masalah zat Tuhan.
o   Dari segi datangnya: filsafat islam sejalan dengan perkembangan ajaran islam, tepatnya ketika bagian dariajaran islam memerlukan penjelasan secara rasional dan filosofis.
o   Dari segi pengembangan: disajikan oleh orang-orang yang beagama islam, seperti Al-kindi, Al- Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibn- Rusyd, Ibn Tufail, Ibn Bajjah.[5]
Dari penjabaran diatas disebutkan banyak pengetahuan islam dan pengetahuan umum yang bersumber dari Al-Qur’an. Jadi kita sebagai umat islam wajib mengeksplor Al-Qur’an untuk menggali ilmu didalamnya.



So, we’re moeslim and we have to be smart…..!l

Description: C:\Program Files\Microsoft Office\MEDIA\CAGCAT10\j0302953.jpg



[1]www.alquranhaditsonline.blogspot.com

Sumber materi: Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen Pengasuh mata kuliah 'Ulumul Hadits di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga).

[2] Munzier Suparta, ilmu Hadis, Jakarta; rajaGrafindo Persada: 1993, h 1-2

[3] Achmad Gholib, Studi Islam, Jakarta: Faza Media:2006, cet ke-6, h.98-99
[4] Achmad Gholib, Studi Islam, Jakarta: Faza Media:2006, cet ke-2,h.71
[5] Abuddin Nata, Metodologi Studi islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2006,h.254-257